Strategic Leadership
-
10/10/2024
-
09.00 - 16.00 WIB
-
Online via Zoom
Salah satu kemampuan yang harus dimiliki oleh setiap supervisor (supervisory skill) yaitu adalah manajemen konflik sehingga mampu mengelola dan menyelesaikan masalah dengan baik.
Memang, meskipun konflik adalah bagian normal dan alami dari tempat kerja manapun, namun hal tersebut dapat menyebabkan dampak yang besar baik kehilangan produktivitas dan masalah kesehatan mental.
Oleh karena itulah, pada artikel kali ini akan membahas 5 strategi manajemen konflik bagi para supervisor maupun pemimpin tim lainnya yang dinilai efektif untuk menciptakan lingkungan kerja yang harmonis.
Namun sebelum mendalami bagaimana seorang pemimpin melakukan manajemen resolusi konflik, penting untuk mengetahui apa sebenarnya skill tersebut dan kenapa harus dimiliki oleh setiap supervisor di dalam perusahaan? Yuk simak ulasan lengkapnya di artikel ini!
Secara umum, manajemen konflik adalah sebuah cara seseorang untuk menangani sebuah masalah dan perselisihan diantara individu dan tim baik kehidupan ataupun lingkungan pekerjaan.
Umumnya, konflik ini terjadi karena beberapa hal mulai dari perbedaan nilai yang dipegang, persepsi, tujuan, dinamika kekuatan hingga gaya komunikasi.
Oleh karena itulah, supervisory skill seperti manajemen konflik ini menjadi proses penyelesaian masalah, di mana hasil negatif diminimalkan dan hasil positif diprioritaskan.
Baca juga :
Tentunya, tujuan manajemen konflik yang paling utama saat dilakukan dengan benar yaitu meningkatkan pembelajaran organisasi dalam setiap proses yang dilaluinya.
Tidak heran jika keterampilan manajemen ini melibatkan penggunaan taktik yang berbeda tergantung pada situasi, negosiasi, dan creative thinking yang dimiliki.
Dengan konflik yang dikelola dengan baik, sebuah organisasi dapat meminimalkan masalah interpersonal, meningkatkan kepuasan klien dan menghasilkan hasil bisnis yang lebih baik.
Pada saat yang sama, conflict management ini dapat menjadi amunisi untuk menghasilkan ide sekaligus inovasi baru.
Tentu hal ini akan membantu meningkatkan fleksibilitas dan pemahaman yang lebih baik tentang hubungan kerja baik dengan sesama rekan, anggita tim maupun kepada atasan.
Jadi, konflik perlu dikelola secara efektif supaya bisa berkontribusi pada keberhasilan sebuah organisasi.
Sebuah survei yang dilakukan oleh CPP menemukan bahwa 85% dari responden menyatakan jika mengalami sejumlah konflik yang tak terelakkan di tempat kerja. Bahkan, 29% lainnya juga mengatakan bahwa mereka hampir selalu mengalami konflik selama bekerja.
Tentu survei ini menunjukkan jika setiap orang hampir tidak bisa dipisahkan dengan kehadiran konflik di tempat kerja baik karena diri sendiri maupun orang lain.
Sebagian besar konflik ini bisa terjadi karena beberapa faktor mulai dari bentrokan antar kepribadian atau ego, stres di tempat kerja, terlalu banyak bekerja tanpa dukungan yang cukup hingga kepemimpinan yang buruk
Hal inilah yang mendorong pentingnya memiliki kemampuan untuk manajemen konflik organisasi sehingga dapat menciptakan lingkungan kerja yang lebih harmonis. Sebab, lingkungan kerja yang nyaman tentu akan mendorong produktivitas bagi para karyawan di dalamnya.
Tentunya saat menghadapi sebuah konflik, tidak ada satupun solusi pasti yang akan berhasil dalam semua situasi. Setiap situasi akan berbeda, tentu akan dipicu oleh konflik dan pihak yang tidak akan sama.
Akan tetapi, seorang pemimpin maupun supervisor haruslah terampil untuk menjalankan manajemen konflik dalam organisasi. Umumnya, ada 5 jenis strategi manajemen konflik yang dapat diterapkan oleh para pemimpin menyesuaikan dengan situasi yang terjadi, diantaranya adalah:
Salah satu strategi manajemen konflik dalam perusahaan yang dapat diaplikasikan adalah mode akomodatif. Salah satu ciri khas pada strategi ini adalah tingkat kerjasama yang cukup tinggi tetapi rendah dalam ketegasan yaitu dengan menampung semua masukan dari setiap pihak yang berkonflik.
Meskipun tampaknya agak lemah, cara ini dilakukan untuk menjaga suasana tetap damai dengan menyediakan pilihan terbaik mutlak bagi semua pihak secara kooperatif.
Tentunya karena meminta masukan dari semua pihak yang berkonflik maka tentu akan ada pengorbanan yang terkadang harus dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan pihak lain selama memungkinkan.
Oleh karena itulah, model solusi yang sepenuhnya ingin memuaskan kepentingan semua orang yang terlibat ini akan sangat membantu untuk menangani konflik kecil dengan lebih santai dan mudah.
Strategi selanjutnya dalam manajemen konflik lainnya adalah avoiding yang bertujuan untuk mengurangi konflik dengan mengabaikan atau menghindarinya dengan cara tertentu dalam jangka waktu yang tidak terbatas.
Dengan menjalankan strategi ini diharapkan masalah dapat selesai dengan sendirinya seiring dengan berjalannya waktu. Jika konflik tersebut melibatkan beberapa individu dalam tim maka yang berkonflik dapat dikeluarkan dari proyek ataupun dipindahkan ke departemen lain.
Walaupun sekilas tampak tidak tegas, namun strategi Ini bisa menjadi gaya resolusi konflik yang efektif jika adanya periode tenang dapat membantu seseorang yang terlibat untuk mempertimbangkan sikapnya.
Namun meskipun begitu, contoh manajemen konflik ini tidak bisa diaplikasikan untuk menangani banyak masalah mengingat “menghindar” akan sesuatu dapat menyebabkan lebih banyak konflik di kemudian hari.
Tidak heran jika survei dari Niagara Institute menyatakan jika hanya 4.6% strategi “avoiding” ini sering digunakan oleh pemimpin dalam menangani konflik di timnya.
Competing dapat menjadi salah satu gaya manajemen konflik yang menempatkan kebutuhan dan keinginan Anda sendiri di atas kebutuhan dan keinginan orang lain sehingga sifatnya seringkali seperti memaksakan kehendak.
Berbeda dengan tipe accommodating dimana pendapat setiap pihak menjadi penting untuk dipertimangkan, pada strategi kompetitif ini, ketegasan akan bersifat lebih tinggi namun memiliki kerja sama yang rendah.
Mungkin banyak yang berpikir strategi ini cukup otoriter sehingga tidak akan pernah bisa diterima oleh suatu kelompok.
Padahal dalam beberapa situasi, terkadang gaya ini diperlukan saat Anda berada dalam posisi kekuasaan yang lebih tinggi daripada pihak lain. Apalagi, jika Anda perlu menyelesaikan perselisihan dengan cepat karena tidak ada ruang yang tersedia untuk melakukan diskusi.
Satu pihak mempertahankan apa yang mereka anggap sebagai penanganan situasi yang benar dan tidak mundur sampai mereka mendapatkan apa yang mereka inginkan.
Strategi manajemen konflik menggunakan compromising menuntut ketegasan dan kerja sama moderat dari semua pihak yang terlibat. Dengan cara ini, setiap orang mendapatkan sesuatu yang mereka inginkan atau butuhkan untuk menyelesaikan sebuah masalah (problem solving).
Tentunya pada metode seperti ini, akan ada pihak-pihak yang bersedia untuk mengalah untuk tetap menjaga suasana lingkungan tetap damai dan nyaman demi kepentingan bersama.
Jadi, gaya ini mencari jalan tengah dengan meminta kedua belah pihak untuk mengakui beberapa aspek dari keinginan mereka sehingga dapat disepakati solusinya.
Oleh karena itulah, cara ini cocok digunakan saat jangka waktunya tidak panjang namun tetap memungkinkan kedua belah pihak merasa didengarkan.
Baca juga :
Berdasarkan survei Niagara Institute, collaborating menempati strategi manajemen konflik paling populer yang digunakan oleh para pemimpin dengan persentase hingga 59,8%.
Kolaborasi ini menuntut tingkat kerjasama yang tinggi dari semua pihak yang terlibat. Biasanya, pemimpin akan mengumpulkan orang-orang yang berselisih untuk menemukan penyelesaian dengan tetap saling menghormati dan menguntungkan semua orang.
Tentu karena melibatkan banyak kepala dan pendapat, collaborating akan bekerja paling baik saat Anda memiliki banyak waktu sehingga dapat menghadirkan hasil jangka panjang terbaik.
Pada tahapan inilah, kebutuhan dan keinginan masing-masing pihak dipertimbangkan dan solusi win-win dirampungkan sehingga semua orang merasa puas. Namun hal ini hanya dapat terwujud saat semua pihak bisa terlibat dan duduk bersama, membicarakan konflik dan menegosiasikan solusi yang harus dilakukan.
Nah, itulah 5 strategi manajemen konflik yang bisa dilakukan oleh setiap orang khususnya bagi para supervisor maupun pemimpin di dalam perusahaan. Kabar baiknya, materi manajemen konflik kini sudah bisa dipelajari dan dilatih dengan mudah salah satunya melalui training leadership dari ALC Leadership Management.
Apalagi, manajemen konflik merupakan salah satu dari 10 supervisory skills yang wajib dimiliki oleh para pemimpin di dalam organisasi maupun perusahaan.
Oleh karena itu, rangkaian training berupa supervisory development program dari ALC tentu dapat menjadi solusi yang tepat untuk membantu menjadi pemimpin yang kompeten dan bisa menciptakan lingkungan kerja yang nyaman.